Letak geografis negara Jepang
·
Luas wilayah Jepang : 377.837 km²
·
Letak astronomis : 30 LU - 47 LU dan 128
BT - BT
·
Letak
geografis : Jepang terletak di kawasan Asia timur yang terpisah dari
benua Asia, di sebelah timur benua Asia
dan Sebelah barat samudera Pasifik
·
Iklim : muson laut sedang
Keamanan nasional negara Jepang
Keamanan nasional menunjuk ke
kebijakan publik untuk memastikan keselamatan dan keamanan negara melalui
penggunaan kuasa ekonomi dan militer dan penjalanan diplomasi, baik dalam damai
dan perang. Baik pertahanan maupun keamanan merupakan sebuah kesatuan yang
terkait satu sama lain. Stabilitas keamanan suatu negara sangat dipengaruhi
oleh kekuatan pertahanannya, baik pertahanan dari ancaman dalam negeri maupun
acaman dari luar. paradigm realis remandang bahwa kekuatan militer merupakan
konsep utama dalam interaksi utama dalam hubungan internasional.
Jepang sebagai sebuah negara maju
sangat fokus terhadap masalah pertahanan keamanan nasionalnya. Hal ini dapat
dilihat dari makin meningkatnya system keamanan Jepang dalam hal militer yang
tak lepas dari adanya persaingan nuklir yang dilakukan oleh negara-negara
tetangganya, dalam hal ini Korea Utara.
Sejarah Pertahanan keamanan Jepang
sebelum masa Perang Dunia II
Adanya restorasi meiji menjadikan
Jepang menjelma sebagai negara yang kuat dan modern. Bahkan akhirnya kedudukan
Jepang dapat disejajarkan dengan negara Barat dan Eropa dan sejak saat itu
Jepang berusaha melibatkan diri dalam percaturan dunia internasional. Sepanjang
tahun 1930an sampai tahun 1940an Jepang menjelma sebagai kekuatan ekspansionis
dengn berupaya merebut negara-negara atau provinsi-provinsi lain guna
memperluas wilayahnya. Ada beberapa alasan mengapa Jepang bersemangat dan
melibatkan diri dalam Perang Dunia II yakni:
1. Angkatan bersenjata Jepang dan
masyarakat memiliki semangat patriotik yang sangat tinggi. Dengan angkatan
bersenjata yang sangat kuat dan banyak, Jepang memiliki potensi untuk ekspansi
hingga keluar wilayahnya.
2. Dari segi ekonomi, masyarakat
Jepang sangat bergantung pada bahan makanan yang harus dibeli dari luar negeri,
oleh karena itulah Jepang harus menjual banyak produk yang dihasilkannya
sendiri ke negara lain. Untuk memenuhi kebutuhan ekonomi itulah, Jepang
berusaha menguasai lebih banyak tanah jajahan di Asia Timur guna mendapatkan
bahan makanan dan penyediaan bahan mentah bagi penduduk Jepang.
3. Meningkatnya jumlah penduduk
Jepang, yang berarti Jepang membutuhkan lebih banyak makanan yang notabene
diimpor dari luar negeri.
4. Kekecewaan Jepang terhadap Liga
Bangsa-Bangsa / LBB (yang sekarang menjadi PBB). Jepang kecewa terhadap
beberapa isi kesepakatan dalam Liga Bangsa-Bangsa. Salah satunya tidak
dicantumkannya pasal tentang persamaan ras di seluruh dunia yang sama yang kala
itu orang Eropa merasa lebih unggul daripada orang non Eropa.
5. Adanya kekecewaan Jepang
terhadap konferensi angkatan laut di Washington (1921-1922) dimana Jepang telah
diperlakukan secara buruk oleh kekuatan barat dimana Amerika dan Inggris
diperbolehkan membangun 5 kapal perang sedangkan Jepang hanya diperbolehkan
membangun 3 kapal perang.
6. Adanya restriksi (pembatasan
migrasi) oleh Amerika Serikat dimana AS melakukan kontrol yang lebih ketat
terhadap para imigran Asia daripada kelompok imigran lain.
7. Melemahnya hubungan Jepang dan
Amerika karena pada tahun 1920an dan 1930an Amerika melakukan pemberian pajak
yang tiggi terhadap produk-produk Jepang yang masuk ke Amerika Serikat.
Tindakan ini diikuti pula oleh negara-negara eropa lainya yang cukup merugikan
perekonomian Jepang. Akhirnya Jepang mengalihkan ekspornya ke negara-negara
lain.
8. Adanya cita-cita Hakki –ichi-u
yakni cita-cita membangun keluarga besar yang para anggotanya terdiri dari
negara-negara di dunia ini dengan Jepang sebgai pemimpinnya.
Invansi Jepang terhadap dunia
terjadi sekitar abad ke-19. setelah sebelumnya berhasil mengalahkan Rusia di
tahun 1905, Jepang membuat gebrakan baru untuk membuat suatu dunia baru di
Asia, yaitu Kawasan Persemakmuran bersama Asia Timur. Dengan permulaan Perang
dunia II di tahun 1939, Jepang mempunyai kerajaan yang cukup besar di Asia
Timur.
Melihat Invasi Jepang ke berbagai
Negara Asia Timur, Amerika Serikat kemudian menempatkan pangkalan militer di
kawasan pasifik, tepatnya di pearl harbor. Namun pada tanggal 7 Desember 1941
Jepang berani menyerang pangkalan militer Amerika tersebut. Serangan ini sangat
mengejutkan bagi Amerika karena dilakukan tanpa pernyataan perang terlebih
dahulu. Sebenarnya sudah lebih dari satu dasawarsa hubungan Amerika dan Jepang memburuk.
Pemicunya adalah tatkala tentara Jepang pada tahun 1931 melakukan invasi ke
Manchuria, provinsi paling utara Cina. Amerika lalu protes atas tindakan ini.
Bukannya berpikir ulang terhadap invasi yang dilakukan, Jepang malah enam tahun
kemudian menduduki daratan Cina. Tahun 1940 Eropa dilanda perang dengan
melibatkan Aliansi Tengah yang beranggotakan Nazi Jerman dan Italia. Sebagai
reaksi atas perang ini, Inggris, Belanda, dan Perancis menarik kekuatan
militernya dari Asia Tenggara untuk memperkuat tentara mereka di Eropa. Jepang,
yang sudah tidak harmonis lagi hubungannya dengan Amerika, lalu ikut sebagai
negara ketiga dalam aliansi itu.
Keikutsertaan Jepang di Aliansi
Tengah sebagai akal-akalan supaya negara ini punya sekutu. Selain itu, Jepang
merasa mempunyai beking. Kehadiran Pangkalan Militer Amerika di Pearl Harbor,
bagi Jepang tentunya menjadi ganjalan. Sementara bagi Amerika, perilaku invasi
dan keikutsertaan Jepang dalam Aliansi Tengah, membuat berang negara ini. Atas
kedua hal tersebut Amerika lalu mengenakan embargo, terutama minyak kepada
Jepang. Embargo ini ditanggapi sebagai ancaman serius bagi keamanan nasional
Jepang.
Itulah sebabnya, di antara
perundingan diplomasi Jepang-Amerika, Jepang telah mempersiapkan skenario
perang terhadap Amerika. Menyerang Pearl Harbor adalah bagian dari skenario
besar invasi Jepang di Pasifik Barat. Sasarannya, agar Amerika memindahkan
pangkalan militernya sehingga Amerika tidak ikut campur terhadap rencana invasi
Jepang.
Atas semua kekejian itu, Pemerintah
Amerika menyatakan perang terhadap Kekaisaran Jepang. Tiga hari kemudian Jerman
dan Italia, yang menjadi sekutu Jepang, menyatakan perang terhadap Amerika.
Perang terbuka ini menyulut terjadinya Perang Dunia Kedua. Lembaran sejarah ini
dibuka dengan serangan Jepang terhadap Pangkalan Militer Amerika di Pearl
Harbor, Desember 1941 dan ditutup dengan pengeboman Amerika ke Hiroshima dan
Nagasaki bulan Agustus 1945
Pengeboman ini menandai kekalahan
Jepang. Dan pada tanggal 14 agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dan
bersedia menerima perjanjian perdamaian jenis apapun yang dipaksakan amerika
serikat dan sekutunya.
Pertahanan keamanan Jepang setelah
masa Perang Dunia II
Pada tanggal 2 september 1945
ditanda tanganilah perjanjian yang salah satu isinya menyatakan bahwa Jepang
diduduki oleh Amerika Serikat sampai 1952. Dari sinilah titik awal dimulainya
kontrol AS atas Jepang. Amerika memaksa Jepang mengubah konstitusinya dimana
Jepang menjadi negara Pasifis dan hanya dibolehkan memiliki angkatan bela diri
(japan Self Defense Force).
Namun selama tahun 1990-an, Jepang
mulai bergerak menjauhi konsensus pasifist-isolasionist yang mendominasi
pendekatannya pada masalah keamanan selama era Perang Dingin. Mereka
mencerminkan suatu peningkatan keinginan untuk menjadi suatu“negara normal”
dalam hal memainkan suatu peran politik-militer yangindependen dan lebih aktif.
Upaya Jepang menjadi sebuah
negara”normal”.
Selama tahun 1950-an dan
1960-anJepang terbagi oleh suatu konfrontasi ideologi kanan dan kiri yang
kerasmengenai masalah keamanan dan peran layak Jepang di dunia.Golongan kiri,
yang diwakili oleh Partai Sosialis Jepang (JSP), mendukung suatu posture
netralitas tanpa senjata dalam Perang Dingin dan pelaksanaan
idealisme-idealisme pasifis. Golongan kanan ,yang dipimpin oleh LDP, mendukung
persekutuan dengan Amerika Serikat dalam Perang Dingin dan persenjataan
terbatas untuk melengkapi jaminan keamanan Amerika Serikat yang diatur oleh
Perjanjian Keamanan Mutual (saling menguntungkan) Amerika Serikat-Jepang. LDP
pada akhirnya memenangkan konfrontasi ini, namun sebagianbesar dengan
mempertimbangkan juga pandangan-pandangan kaum kiri.
Berdasarkan hasil kompromi,
akhirnya dihasilkanlah doktrin Yoshida, yang menyangkut dijunjungnya perjanjian
keamanan dengan Amerika Serikat, namun hal tersebut dianggap memerlukan
beberapa kewajiban bagi Jepang selain penyediaan basis-basis pasukan
militerAmerika Serikat dan dukungan politik dari kebijakan-kebijakan Amerika
Serikat.Pembangunan kembali pasukan militer Jepang juga ditegaskan, namun
hanyasejauh yang dibutuhkan untuk menjamin kemampuan pembelaan diri
yangselayaknya.
Terdapat empat akibat penting dari
Doktrin Yoshida:
1. Jepang tidak akan mengirimkan
SDF-nya ke luar negeri untuk menjadi bagian dari skema-skema pertahanan
kolektif;
2. Jepang tidak akan menjadi suatu
kekuatan nuklir;
3. Jepang tidak akan mengekspor
persenjataan; dan
4. Jepang akan membatasi pengeluran
pertahanannya sampai 1 persen GNP.
Kelebihan doktrin tersebutantara
lain:
1. Doktrin Yoshida memungkinkan
Jepang untuk menyalurkan energi dan sumberdayanya pada pengejaran pertumbuhan
ekonomi dan kemakmuran material.
2. Doktrin ini memberi tempat pada
kecenderungan isolasionist masyarakat Jepang dengan mengizinkan mereka untuk memisahkan
diri mereka sendiri dari perpolitikan kekuasaan internasional dan dimensi
militer keamanan internasional.
3. idealisme “negara
perdamaian”-nya menarik nasionalisme Jepang dengan mendorong kebanggaan atas
keunikan dan kelebihan Jepang.
4. Doktrin ini terkait erat dengan
persepsike banyakan orang Jepang bahwa negara mereka tidak menghadapi ancaman
keamanan eksternal yang serius.
5. Doktrin ini memberi jaminan bagi
pihak di dalam negeri dan luar negeri yang kekhawatiran bahwa Jepang bisa
kembali menjadi suatu kekuatan militer yang agresif.
Kekurangan utama Doktrin Yoshida
adalah perumusan mereka untuk suatu posture pasif dan tidak mandiri dalam
urusan-urusan politik-militer. Kaum nasionalis melihat bahwa hal ini
bertentangandengan kehormatan Jepang, sedangan kaum internasionalis
kekhawatiranbahwa hal ini bisa mencegah Jepang dari memainkan peran
kepemimpinanyang bertanggung jawab.
Masa depan kekuatan pertahanan
Jepang
Di Jepang setidaknya terdapat tiga
kelompok besar dalam menyikapi masa depan kekuatan militer Jepang. Kelompok
pertama disebut sebagai kelompok ”mainstream”. Semenjak pertengahan 1990-an,
kelompok ini didominasi oleh kalangan realis-militer yang menginginkan Jepang
memperoleh tanggungjawab politik dan militer yang lebih besar di dalam kerjasama
pertahanan bilateral. Pasukan Beladiri Jepang (SDF) harus meningkatkan
kemampuan command, control, communication and intelligence (C3I) dan memiliki
kemampuan (power) militer yang independen. Berkaitan dengan kerjasama
pertahanan AS-Jepang, kelompok ini berpandangan bahwa Jepang dan AS harus
membangun forum dialog keamanan (security dialogue) serta meningkatkan
saling-pemahaman (mutual understanding) dan efektivitas aliansi.
Kelompok kedua disebut sebagai
kelompok nasionalis. Kelompok ini berpandangan bahwa Jepang harus membangun
kemampuan pertahanan sendiri dan melepaskan diri dari AS. Langkah awal yang
diusulkan adalah merevisi konstitusi yang membatasi Jepang untuk mengembangkan
kemampuan militer.
Sementara kelompok ketiga adalah
para Pasifis. Kalangan Pasifis menginginkan Jepang memberikan kontribusi di
dalam kepemimpinan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengakhiri kerjasama keamanan
dengan AS. Selain itu, kalangan Pasifis juga mendukung Jepang untuk
mempertahankan konstitusi yang damai dan mengurangi kemampuan militernya.
Pergeseran dalam pemikiran keamanan
Jepang selama 1990-an yangdijelaskan di atas didorong terutama oleh
perubahan-perubahan eksternal. Ada sejumlah faktor yang mendorong berkembangnya
pemikiran untuk meningkatkan kemampuan militer Jepang yaitu:
1. Persepsi ancaman keamanan dari
Cina. Sejumlah perselisihan yang terjadi antara Cina dan Jepang, terutama yang
berkaitan dengan luka sejarah ekspansi Jepang ke Cina, yang diikuti dengan
aktivitas modernisasi militer Cina telah melahirkan kecemasan di Jepang. Bagi
Jepang, Cina merupakan ancaman terbesar keamanannya. Hal ini dapat terlihat
dari hasil jajak pendapat yang dilakukan harian Jepang Yomiuri Shimbun bahwa
65,3% dari 1.867 responden menyatakan bahwa Cina tidak dapat dipercayai. Persentase
tersebut merupakan yang tertinggi dari enam kali jajak pendapat yang sama yang
dilakukan oleh Yomiuri Shimbun sejak 1988.
2. Kecemasan terhadap aktivitas
militer Korea Utara. Kemampuan rudal balistik Korea Utara (Taepodong-1) yang
mampu menjangkau seluruh wilayah Jepang, serta diikuti oleh penolakan Korea
Utara untuk mematuhi aturan-aturan keamanan internasional tentunya mendapat
perhatian yang serius dari Jepang. Gerakan militer Korea Utara tergolong
serius. Korea Utara menjadi kekhawatiran terbesar Jepang. Pada tahun 1998,
Korut melakukan uji coba penembakan rudal jarak jauh hingga melewati udara
Jepang dan jatuh di Samudra Pasifik. Kejadian itu membuat Jepang memulai riset
pertahanan rudal.
3. Desakan dari masyarakat lokal
dan keinginan dari AS sendiri untuk mengurangi kehadiran kekuatan militernya di
Asia Timur. Munculnya beragam persoalan sosial berkaitan dengan kehadiran
tentara AS di sejumlah negara telah melahirkan protes dan penolakan dari
beragam masyarakat di negara-negara bersangkutan (Jepang, Korea Selatan dan
Filipina).
Selain itu, peningkatan ancaman
keamanan non-konvensional (terorisme) terhadap AS di berbagai kawasan
menyebabkan AS terpaksa mengatur ulang penggelaran (deployment) pasukannya di
seluruh dunia. Ini dapat dilihat dari keinginan AS untuk mengurangi jumlah
pasukannya di Korea Selatan dari 32.500 menjadi 20.000 dalam beberapa tahun ke
depan. Diperkirakan, pasukan-pasukan ”eks-Korsel” tersebut akan digunakan AS
untuk menjalankan misi-misi lainnya di luar wilayah Asia.
Hambatan bagi remiliterisasi Jepang
Pasifisme pasca perang Jepang bukan
berarti tidak bisa diubah. Pasifisme tersebutsudah mulai terpecah. Terdapat
sejumlah hambatan bagi “remiliterisasi” Jepang.
1. Dengan adanya fakta bahwa Jepang
belum bisa mencapai kesepakatan denganagresi pra-perangnya di Asia, setiap
langkah yang dilakukannya untuk menjadi suatu kekuatan besar militer akan
menimbulkan kewaspadaan di kalangantetangganya, khususnya China dan Korea
Selatan yang sangat mencurigai niatan Jepang.
2. Defisit anggaran saat ini,
ditambah dengan prospek peningkatan besar di masa depan dalam pengeluran
kesejahteraan untuk memenuhi kebutuhan populasi Jepangyang semakin cepat menua,
akan membatasi sumber-sumber daya yang ada untuk pertahanan.
3. Terlepasdari ketidak-puasan
terhadap basis-basis Amerika Serikat dan kepentingan dalam suatu peran SDF yang
lebih besar, kebanyakan orang Jepang menentang peningkatan pengeluaran
pertahanan dan mendukung kelanjutan ketergantungan pada aliansi Amerika
Serikat.
4. Badan pertahananJepang merupakan
suatu “saudara yang lemah” di dalam pemerintah Jepang, yang didominasi oleh
kementerian-kementerian yang lebih kuat sepertikeuangan, luar negeri, dan
perdagangan internasional dan industri.
SDF tetap menjadi “quasi-militer”
(Setengah militer) yang dikekang olehsejumlah pembatasan legal/hukum dan
politik, dan yang masih dilihat denganrasa curiga atau ketidak-pedulian oleh
banyak orang Jepang
Sebagaimana Jepang, Cina pun
menganggap Jepang sebagai salah satu sumber ancaman keamanan terbesarnya
(Crane, et.al., 2005). Persepsi ancaman ini dilandasi oleh sejarah ekspansi
yang dilakukan Jepang terhadap Cina di masa lalu. Para pemimpin dan perancang strategi
Cina selalu waspada terhadap terhadap kebangkitan Jepang sebagai kekuatan
militer. Bagi mereka perubahan doktrin, struktur pertahanan dan gelar kekuatan
yang dilakukan Jepang merupakan bukti upaya Jepang untuk meningkatkan kemampuan
militer dan meningkatkan pengaruhnya di kawasan. Selain itu, Cina juga menaruh
perhatian terhadap kerjasama keamanan antara Jepang dan AS. Cina memiliki
ketakutan bahwa tanpa disadari, AS mempersenjatai kembali Jepang melalui
perdagangan bilateral di bidang senjata dan teknologi pertahanan, khususnya
kerjasama sistem pertahanan rudal. Kecemasan ini beralasan mengingat pada tahun
2004, AS dan Jepang telah menandatangani kerjasama sistem pertahanan rudal.
Bagi Cina, kerjasama pertahanan
militer AS-Jepang ditakutkan merupakan sebuah strategi regional untuk
menghambat dan membendung pengaruh Cina di Asia.
Dengan lemahnya CBMs, maka solusi
yang diambil Cina berkaitan dengan melanjutkan terus program modernisasi
militernya untuk menandingi peningkatan kemampuan militer Jepang. Jika ini yang
terjadi maka kompetisi persenjataan di Asia Timur akan terus berlanjut.
Sebagaimana dijelaskan oleh Andrew Mack & Desmond Ball bahwa ketakutan
terhadap kebangkitan Cina dan Jepang merupakan salah satu alasan terjadinya
modernisasi dan kompetisi persenjataan di Asia Timur (Mack & Ball, SDSC
Working Paper, 1992). Hingga kini modernisasi dan kompetisi tersebut terus
berlanjut. Hal ini dapat dilihat berdasarkan laporan SIPRI. Pada tahun
2000-2004, pengiriman senjata ke Asia merupakan yang tertinggi di dunia sebesar
US$33.573 juta. Sebagai perbandingan, pengiriman senjata ke kawasan Amerika
adalah US$6.932 juta, Afrika US$5.130 juta, Eropa US$21.875 juta, Timur Tengah
US$ 14.517 juta
Upaya Jepang dalam persaingan
nuklir dengan negara-negara tetangganya
Upaya Jepang dalam menghadapi
Kemampuan delivery system Korea Utara (Taepodong I), yang dalam beberapa tahun
ke depan kemungkinan akan dapat membawa hulu ledak nuklir, adalah dengan mulai
mengembangkan sistem pertahanan rudal balistik (balistic missile defense
system) bekerjasama dengan AS. Pemerintah Jepang telah menyatakan bahwa ambisi
Korea Utara untuk menguasai senjata nuklir dan modernisasi militer Cina
merupakan ancaman utama keamanan nasional Jepang saat ini. Jika Jepang
melakukan modernisasi militer maka negara-negara lain di seluruh kawasan Asia
Timur akan melakukan hal yang sama karena ketakutan terhadap kebangkitan
militer Jepang merupakan alasan negara-negara di kawasan ini melakukan
modernisasi persenjataan. Apalagi jika Korea Utara sukses dalam pengembangan
Taepodong II yang memiliki daya jelajah 4.400 km-6.700 km. Sehingga mampu
menjangkau AS (Alaska), India, Pakistan dan seluruh wilayah Indonesia.
Perkembangan Terakhirnya pada
tanggal 19 Desember 2007, Jepang untuk pertama kalinya menembak jatuh sebuah
rudal balistik dari udara, dalam uji coba sistem pertahanan untuk menangkal
serangan rudal dari negara-negara tetangganya. Kapal Perusak Pasukan Bela-Diri
Jepang (MSDF) yang ditempatkan di lepas pantai Hawaii menembakkan peluru
kendali anti rudal, Standard-3 (SM-3), yang dikembangkan Amerika Serikat untuk
menghancurkan sasaran latihan yang ditembakkan dari pantai. Jepang dan Amerika
bekerja sama dengan erat dalam proyek pertahanan rudal sejak Korea Utara
menembakkan peluru kendali di atas Jepang utara pada tahun 1998.
Pemerintah telah mengedepankan
upaya untuk mengembangkan pertahanan rudal balistik. Walaupun diperlukan biaya
mahal dari program ini, Jepang akan tetap melanjutkan upaya untuk memperbaiki
kredibilitas sistem ini. Sasaran rudal ditembakkan dari Fasilitas Rudal Pasifik
milik angkatan laut AS di pulau Kauai, Hawaii. Sebuah kapal Jepang, JS Kongo,
melacak rudal itu dan kemudian menembakkan peluru kendali penghadang rudal
setelah tiga menit, dan sasaran dihancurkan sekitar 160 km di atas Samudra
Pasifik. Jepang berencana memasang sistem penghadang rudal di empat kapal
perang mereka yang memiliki sistem pelacakan Aegis yang terkenal canggih.
Korea Utara juga diduga memiliki
beberapa rudal jarak menengah Nodong yang mampu menghantam Jepang. Sasaran tes
dikatakan mirip dengan jenis-jenis rudal tersebut. Tes ini menandai tahap kedua
dari pertahanan rudal Jepang yang terus dikembangkan.
Upaya lain yang dilakukan Jepang
untuk menekan percobaan nuklir Korea Utara adalah dengan menetapkan larangan
bagi seluruh kapal Korea Utara memasuki pelabuhan Jepang serta larangan impor
dari Korut. Volume perdagangan antara Jepang dengan Korut mencapai sekitar 100
juta dolar AS pada 2005. Warga negara Korut juga dilarang masuk ke Jepang.
Dengan demikian, keinginan Jepang
untuk meningkatkan kemampuan militernya harus benar-benar dipertimbangkan.
Karena implikasinya dapat berupa dilema keamanan: bukannya menciptakan keamanan
bagi Jepang, malah sebaliknya meningkatkan kerentanan
keamanan nasional Jepang dan
kawasan Asia Timur.
Judul Buku : Pendidikan Kewarganegaraan
Tugas : Rangkuman
A.
LATAR BELAKANG
KETAHANAN NASIONAL
Konsepsi ketahanan nasional adalah konsepsi
pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan
kesejahteraan dan keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh
aspek kehidupan secara utuh dan terpadu berlandaskan UUD 1945 dan wawasan
nusantara dengan kata lain konsepsi ketahanan nasional merupakan pedoman untuk
meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan
mengembangan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang
adil dam merata, rohaniah, dan jasmaniah. Sedangkan keamanan adalah kemampuan
bangsa melindungi nilai-nilai nasional terhadap ancaman dari luar maupun dari
dalam.
Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan,
Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan
ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung
ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta
kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Ketahanan nasional diperlukan dalam rangka menjamin eksistensi bangsa
dan negara dari segala gangguan baik yang datangnya dari dalam maupun dari
dalam negeri. Untuk itu bangsa Indonesia harus tetap memiliki keuletan dan
ketangguhan yang perlu dibina secara konsisten dan berkelanjutan.
B.
POKOK-POKOK PIKIRAN
Upaya pencapaian
ketahanan nasional sebagai pijakan tujuan nasional yang disepakati bersama
didasarkan pada pokok-pokok pikiran berikut :
1. Manusia Berbudaya
Manusia berbudaya senantiasa selalu mengadakan
hubungan-hubungan sebagai berikut :
a. Manusia dengan Tuhan dinamakanAgama/ Kepercayaan.
b. Manusia dengan cita-cita dinamakan Ideologi.
c. Manusia dengan kekuatan/kekuasaan dinamakan
Politik.
d. Manusia dengan pemenuhan kebutuhan dinamakan
Ekonomi.
e. Manusia dengan penguasaan/pemanfaatan alam
dinamakan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
f. Manusia dengan manusia dinamakan Sosial
g. Manusia dengan rasa Keindahan dinamakan Seni/
Budaya.
h. Manusia dengan rasa aman dinamakan Pertahanan dan
Keamanan.
Dari uraian tersebut di
atas diperoleh suatu kesimpulan bahwa manusia bermasyarakat untuk mendapatkan
kebutuhan hidupnya yaitu kesejahteraan, keselamatan dan keamanan. Ketiga hal
itu adalah hakekat dari ketahanan nasional yang mencakup dan meliputi kehidupan
nasional yaitu aspek alamiah dan aspek sosial/kemasyarakatan sebagai berikut :
Aspek alamiah adalah :
a. Posisi dan lokasi geografi negara.
b. Keadaan dan kekayaan alam.
c. Keadaan dan kemampuan penduduk.
Aspek sosial/kemasyarakatan adalah :
a. Ideologi.
b. Politik.
c. Sosial.
d. Budaya.
e. Pertahanan dan Keamanan.
2. Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa dan Ideologi
Negara
Tujuan nasional menjadi
pokok pikiran dalam ketahanan nasional karena suatu organisasi apapun bentuknya
dalam proses kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya akan
selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang internal dan ekternal, demikian
pula dengan negara dalam mencapai tujuannya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu
situasi dan kondisi yang slap untuk menghadapinya.
Untuk Indonesia,
falsafah dan ideologi menjadi pokok pikiran ketahanan nasional diperoleh dari
Pembukaan UUD 1945
C.
PENGERTIAN KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Pengertian Ketahanan
Nasional bangsa Indonesia adalah kondisi dinamik bangsa Indonesia yang meliputi
segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, dalam
menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan baik
yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamin identitas , integritas,
kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan
nasionalnya.
D.
ASAS-ASAS KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
2. Asas komprehensif intergral atau menyeluruh
terpadu
3. Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
4. Asas kekeluargaan
E.
SIFAT KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
1. Mandiri
2. Dinamis
3. Wibawa
4. Konsultasi dan kerjasama
F.
PENGARUH ASPEK KETAHANAN NASIONAL pada KEHIDUPAN BERBANGSAdan BERNEGARA
1. PengaruhAspek Ideologi
Ideologi adalah suatu
sistem nilai yang merupakan kebulatan ajaran yang memberikan motivasi. Dalam
ideologi juga terkandung konsep dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan
oleh suatu bangsa.
a. Liberalisme
b. Komunisme
c. FahamAgama
Ideologi Pancasila
Pancasila merupakan
tatanan nilai yang digali/ dikristalisasikan dari nilai-nilai dasar budaya
bangsa Indonesia yang sudah sejak ratusan tahun lalu tumbuh berkembang dalam
masyarakat di Indonesia. Kelima sila Pancasila merupakan kesatuan yang bulat
dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang
terkandung di dalamnya.
Ketahanan PadaAspek Ideologi
Ketahanan ideologi
diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang
berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional
dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan
dari Iuar negeri maupun dari dalam negeri, yang langsung maupun tidak langsung
dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara
Republik Indonesia.
Ketahanan Pada Aspek Politik
Ketahanan pada aspek
politik diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan politik bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional
dalam menghadapi dan mengatasi tantangan, gangguan, ancaman dan hambatan yang
datang dari luar maupun dari dalam negeri yang Iangsung maupun tidak Iangsung
untuk menjamin kelangsungan hidup politik bangsa dan negara Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
Ketahanan PadaAspek Ekonomi
Ketahanan ekonomi
diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan perekonomian bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan yang datang dari Iuar maupun dari dalam negeri baik yang langsung
maupun tidak langsung untuk menjamin kelangsungan hidup pereokonomian bangsa
dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Ketahanan PadaAspekSosial Budaya
Ketahanan di bidang
sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamik yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional di dalam
menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik
yang datang dari dalam maupun dari luar yang Iangsung maupun tidak Iangsung
membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya bangsa dan negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
G.
KEBERHASILAN KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
1. Memiliki
semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang berupa
keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuan
mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ancaman,
gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam,
untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara
serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
2. Sadar
dan peduli terhadap pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga setiap warga negara
Indonesia baik secara individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh
tersebut, karena bangsa Indonesia cinta damai akan tetapi Iebih cinta
kemerdekaan. Hal itu tercermin akan adanya kesadaran bela negara dan cinta
tanah air.
PERJANJIAN
BILATERAL DAN KONFLIK ANTARA INDONESIA DAN NEGARA PERBATASAN
Negara Republik Indonesia merupakan negara kepulauan
terbesar di dunia yang terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT,
antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, antara benua Asia dan benua Australia,
dan pada pertemuan dua rangkaian pegunungan, yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum
Mediterranean. Indonesia memiliki garis pantai sekitar 81.900 kilometer dan
wilayah perbatasan dengan banyak negara baik perbatasan darat (kontinen) maupun
laut (maritim). Batas darat wilayah Republik Indonesia berbatasan langsung
dengan negara-negara seperti Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Perbatasan
darat Indonesia tersebar di tiga pulau, empat Provinsi dan 15 kabupaten/kota
yang masing-masing memiliki karakteristik perbatasan yang berbeda-beda.
Demikian pula negara tetangga yang berbatasan, baik bila ditinjau dari segi
kondisi sosial, ekonomi, politik maupun budayanya. Sedangkan wilayah laut
Indonesia berbatasan dengan 10 negara, yaitu India, Malaysia, Singapura,
Thailand, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Australia, Timor Leste dan Papua
Nugini.
Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa
pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Beberapa diantaranya masih perlu penataan dan pengelolaan yang lebih intensif
karena mempunyai kecenderungan permasalahan dengan negara tetangga. Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melakukan penyelesaian masalah garis batas
landas kontinen dengan negara-negara tetangga dengan semangat good
neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik,
seperti :
1.
Indonesia-Malaysia
Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan
Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo). Pada tanggal 27 Oktober 1969
dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang
disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia – Malaysia kedua
negara masing-masing melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama
berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau
Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal tersebut
membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun
Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut.
Kemudian pada tanggal 17 Maret 1970 kembali ditanda
tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada
tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental
dan maritim yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan
memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan
koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan
menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental
Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan
Malaysia tahun 1970.
Indonesia melihatnya sebagai usaha secara
terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah
Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan,
juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh
Mahkamah Internasional.
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik
dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pulau Batu Mandi di Selat Malaka.
Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia
dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang
ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Batas landas
kontinen, sesuai dengan hukum laut internasional, merupakan batas yang
memisahkan dasar laut dua atau lebih negara. Batas landas kontinen tersebut
tidak mengatur batas tubuh air. Sehingga secara umum, batas landas kontinen ini
berlaku dalam hal pengelolaan lapisan di bawah laut (dasar laut) yang biasanya
digunakan untuk pertambangan lepas pantai (off shore).
Masalah yang sering terjadi :
Penentuan batas maritim Indonesia-Malaysia di
beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua
negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan friksi di
lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan,
beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak.
Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan
kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint
Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral
dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
2.
Indonesia-Singapura
Batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura
ditentukan atas dasar hukum internasional. Perjanjian ini didasari atas
Konvensi PBB Tentang batas wilayah laut (The United Nations Convention on the
Law of the Sea/UNCLOS) pada 1982. Kedua negara juga turut meratifikasi UNCLOS.
Ratifikasi dari batas wilayah laut yang disetujui ini merupakan kelanjutan dari
perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara
sebelumnya pada 25 Mei 1973. Sementara perjanjian terbaru yang diratifikasi,
mempertegas batas wilayah laut dari Pulau Nipa hingga Pulau Karimun Besar.
Sedangkan pada sebelah barat, pihak keamanan dan petugas navigasi dari kedua
negara dapat melaksanakan tugas mereka secara signifikan tanpa ada gangguan di
wilayah Selat Singapura.
Perjanjian ini akan menentukan dasar hukum bagi
petugas berwenang kedua negara dalam menjaga keamanan, keselamatan navigasi,
penegakan hukum dan pengamanan atas zona maritim berdasarkan hukum yang
berlaku. Indonesia dan Singapura masih harus menyelesaikan masalah perbatasan
mereka di wilayah timur antara Batam dan Changi dan lokasi diantara Bintan
serta South Ledge, Middle Rock dan Batu Puteh. Penyelesaian batas wilayah timur
ini masih menunggu negosiasi antara Singapura dan Malaysia yang masih harus
dilakukan usai Pengadilan Internasional memerintahkan Singapura dan Malaysia
untuk melakukan perundingan pada 2008 lalu.
Masalah yang sering terjadi :
Penambangan pasir laut di perairan sekitar Kepulauan
Riau yakni wilayah yang berbatasan langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung
sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari
dan mengakibatkan kerusakan ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain
itu mata pencaharian nelayan yang semula menyandarkan hidupnya di laut,
terganggu oleh akibat penambangan pasir laut. Kerusakan ekosistem yang
diakibatkan oleh penambangan pasir laut telah menghilangkan sejumlah mata
pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan
sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau
Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi
Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak
pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
3.
Indonesia-Filipina
Proses perundingan batas maritim RI – Filipina yang
dilakukan sampai dengan tahun 2007 telah mencapai kemajuan yang signifikan
dengan dihasilkannya kesepakatan atas garis batas diantara kedua Tim Teknis
Perunding. Saat ini proses perundingan masih tertunda karena persoalan internal
di pihak Filipina, yaitu dikeluarkannya Republic Act No. 9522 bulan Maret 2009,
yang berisikan perubahan dari penetapan titik-titik dasar garis pangkal
(baseline) negara kepulauan Filipina, yang sebelumnya ditetapkan dalam Republic
Act No. 3046 tahun 1961 dan Republic Act No. 5446 tahun 1968. Pada kesempatan
pertemuan bilateral tingkat kepala negara antara RI-Filipina yang
diselenggarakan pada tanggal 8 Maret 2011, Menteri Luar Negeri kedua negara
telah menandatangani Joint Declaration between the Republic of Indonesia and
the Republic of the Philippines concerning Maritime Boundary Delimitation, yang
intinya:
-
Mempercepat proses penyelesaikan penetapan batas maritim RI-Filipina sesuai dengan ketentuan
UNCLOS 1982.
-
Menginstruksikan Tim Teknis Bersama Penetapan Batas Maritim antara
Republik Indonesia dan Republik Filipina untuk bertemu dalam waktu yang secepat
mungki.
Masalah yang sering terjadi :
Belum adanya kesepakatan tentang batas maritim
antara Indonesia dengan Filipina di perairan utara dan selatan Pulau Miangas,
menjadi salah satu isu yang harus dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint
Border Committee (JBC) dan Joint Commission for Bilateral Cooperation (JCBC)
yang memiliki agenda sidang secara berkala, dapat dioptimalkan menjembatani
permasalahan perbatasan kedua negara secara bilateral.
4.
Indonesia-Thailand
Batas Landas Kontinen telah diselesaikan. Penetapan
garis batas landas kontinen kedua negara terletak di Selat Malaka dan laut
Andaman. Perjanjian ini ditandatangai tanggal 17 Desember 1971, dan berlaku
mulai 7 April 1972. Sedangkan untuk batas ZEE masih dirundingkan. Pertemuan
penjajagan awal telah dilaksanakan tanggal
25 Agustus 2010 di Bangkok. Thailand masih memerlukan konsultasi dengan
parlemen untuk berunding.
Masalah yang sering terjadi :
Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya
masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena
jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah
memiliki perjanjian Landas Kontinen yang terletak di dua titik koordinat
tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman.
Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan
Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di samping itu, penangkapan ikan
oleh nelayan asing merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat
pantai Indonesia.
5.
Indonesia-Vietnam
Indonesia dan Vietnam telah menyelesaikan perjanjian
batas Landas Kontinen pada tahun 2003. Batas landas kontinen antara Indonesia –
Vietnam ditarik dari pulau besar ke pulau besar (main land to main land). Dalam
perjanjian tersebut Indonesia berhasil meyakinkan Vietnam untuk menggunakan
dasar Konvensi Laut UNCLOS 1982. Dengan demikian prinsip Indonesia sebagai
negara Kepulauan telah terakomodasi. Permasalahan batas maritim antara
Indonesia dan Vietnam yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis
batas ZEE. Pertemuan pertama untuk membahas garis batas ZEE telah dilangsungkan
pada bulan Mei 2010 di Hanoi dan telah dilanjutkan pada pertemuan terakhir
bulan Juli 2011 di Hanoi. Kedua negara kini tengah menjajaki untuk mempelajari
proposal garis batas ZEE masing-masing.
Masalah yang sering terjadi :
Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di
Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari
245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan
perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Pada saat ini kedua belah pihak
sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan
tersebut.
6.
Indonesia-Australia
Perairan antara Indonesia dengan Australia meliputi
wilayah yang sangat luas, terbentang
lebih kurang 2.100 mil laut dari selat Torres sampai perairan P.Chrismas.
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Australia yang telah
ditentukan dan disepakati, menjadi sesuatu yang menarik untuk dipelajari
perkembangannya, karena perjanjian tersebut dilaksanakan baik sebelum
berlakunya UNCLOS ’82 (menggunakan Konvensi Genewa 1958) maupun sesudahnya.
Perjanjian yang telah ditetapkan juga menarik karena adanya negara Timor Leste
yang telah merdeka sehingga ada perjanjian (Timor Gap Treaty) yang menjadi
batal dan batas-batas laut yang ada harus dirundingkan kembali secara
trilateral antara RI – Timor Leste – Australia.
Secara Garis besar perjanjian batas maritim
Indonesia – Australia dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
-
Perjanjian perbatasan pada tanggal 18 Mei 1971 mengenai
Batas Landas Kontinen di wilayah perairan selatan Papua dan Laut Arafura.
-
Perjanjian perbatasan pada tanggal 9 Oktober 1972 mengenai Batas Landas Kontinen
di wilayah Laut Timor dan Laut Arafura.
-
Perjanjian perbatasan maritim pada
tanggal 14 Maret 1997 yang meliputi ZEE dan Batas Landas Kontinen Indonesia
Australia dari perairan selatan P.Jawa termasuk perbatasan maritim di P.Ashmore
dan P.Chrismas.
Pada tanggal 9 September 1989 telah disetujui
pembagian Timor Gap yang dibagi menjadi 3 area (A,B dan C) dalam suatu Zone
yang disebut ”Zone Of Cooperation”. Perjanjian Timor Gab ini berlaku efektif
mulai tanggal 9 Februari 1991, perjanjian ini juga tidak membatalkan perjanjian
yang sudah ada sebelumnya, namun dengan merdekanya Timor Leste maka perjanjian
ini secara otomatis menjadi batal.
Masalah yang sering terjadi :
Perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi
perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu
pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997.
Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu
dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.
7.
Indonesia-India
Garis Batas Landas Kontinen Indonesia dan India
adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya
yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari
1977 di New Delhi, tentang perjanjian garis batas Landas Kontinen kedua negara.
Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada
kesepakatan.
Masalah yang sering terjadi :
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo
di Aceh dan pulau Nicobar di India.
Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat
tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati
oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul
karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang
dilakukan para nelayan.
8. Indonesia-Papua Nugini
Batas darat Indonesia dan Papua New Guinea
didasarkan pada perjanjian Indonesia dan Australia mengenai garis-garis batas
Indonesia dan Papua Nugini. Ditandatangani pada Tanggal 12 Februari 1973 di
Jakarta. Pemerintah selanjutnya meratifikasi perjanjian tersebut dengan
membentuk Undang-undang Nomor 6 tahun 1973. Namun sampai saat ini perjanjian
bilateral tersebut belum menjadi landasan legal bagi survey dan demarkasi batas
darat antara kedua negara. Sebagai bagian dari perjanjian bilateral 1973, telah
didirikan 14 pilar MM di sepanjang perbatasan Indonesia dan Papua Nugini.
Titik-titik tersebut ada di 141° Bujur Timur, mulai dari pilar MM1 sampai
dengan MM10. Selanjutnya mulai dari pilar MM11 sampai dengan pilar MM14 berada
pada meridian 141° 01’ 10". Pilar MM10 dan MM11 batas kedua negara
mengikuti Thalweg dari sungai Fly. Selain ke 14 pilar MM, antara tahun 1983-
1991, sesuai amanat Pasal 9 Perjanjian 1973 antara Indonesia dengan Papua
Nugini, telah didirikan 38 Pilar MM baru. Sehingga sampai saat ini telah
berdiri 52 pilar MM di sepanjang garis perbatasan. Penambahan 38 pilar MM baru
tersebut saat ini masih tertuang dalam Deklarasi Bersama (Joint declaration)
yang ditandatangani oleh otoritas survey and mapping kedua pemerintahan.
Masalah yang sering terjadi :
Indonesia dan PNG telah menyepakati batas-batas
wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang
dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan
kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan
klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di
kemudian hari.
8.
Indonesia-Timor
Leste
Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara
merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan
negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor
Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.
First Meeting Joint Border Committee Indonesia-Timor
Leste dilaksanakan pada 18-19 Desember 2002 di Jakarta. Pada tahap ini
disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang
dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan
Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.
Masalah yang sering terjadi :
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada
diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara sosial dan budaya dengan masyarakat
Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat
di kedua sisi perbatasan, dapat
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,
dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih
berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi
permasalahan perbatasan di kemudian
hari.
10. Indonesia-Republik Palau
Republik Palau berada di sebelah Timur Laut
Indonesia. Secara geografis negara itu terletak di 060. 51” LU dan 1350.50” BT.
Mereka adalah negara kepulauan dengan luas daratan ± 500 km2.
Berdasarkan konstitusi 1979, Republik Palau memiliki
yuridiksi dan kedaulatan pada perairan pedalaman dan Laut Teritorial-nya hingga
200 mil laut. Diukur dari garis pangkal lurus kepulauan yang mengelilingi
kepulauan.
Masalah yang sering terjadi :
Palau memiliki Zona Perikanan yang diperluas
(Extended Fishery Zone) hingga berbatasan dengan Zona Perikanan Eksklusif, yang
lebarnya 200 mil laut diukur dari garis pangkal. Hal itu menyebabkan tumpang
tindih antara ZEE Indonesia dengan Zona Perikanan yang diperluas Republik
Palau. Sehingga, perlu dilakukan perundingan antara kedua negara agar terjadi
kesepakatan mengenai garis batas ZEE.
Judul Buku
: Pendidikan Kewarganegaraan
Tugas : Rangkuman
PENGERTIAN
WAWASAN NUSANTARA
Wawasan nusantara adalah sebuah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia dimulai dari lingkungannya dan mengutamakan persatuan
serta kesatuan wilayah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Asal kata dari “wawasan” adalah wawas atau mawas. Mawas sendiri berasal dari
bahasa Jawa artinya memandang, mengamati, dan meneliti. Kata “wawasan” artinya
cara pandang atau cara melihat. Sedangkan kata “nusantara” berasal dari “nusa”
yang artinya pulau.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1. Wilayah (Geografi)
Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata “Archipelago” dan “Archipelagic” berasal dari
kata Italia “Archipelagos”. Akar katanya adalah “Archi” berarti terpenting atau
terutama, dan “Pelagos” berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, “Archipelago”
dapat diartikan sebagai wilayah lautan terpenting dengan pulau-pulau di
dalamnya.
· Kepulauan Indonesia.
Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai oleh
belanda dinamakan Neterlandsch Oos Indishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan
Belanda yang kemudian menjadi wilayah negara Republik Indonesia. Bangsa
Indonesia sangat mencintai nama
“Indonesia” meskipun bukan dari bahasanya sendiri. Dalam bahasa Yunani
“Indo” berarti India dan “Nesos” berarti pulau.
·
Konsepsi tentang Wilayah Lautan
Dalam perkembangan hukum laut internasional dikenal
beberapa mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut :
Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada
yang memilikinya.
Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut adalah milik
masyarakat dunia karena itu tidak dapat dimiliki oleh masing-masing negara.
Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah
bebas untuk semua bangsa.
Mare Clausum (The Right and Dominion Of the Sea),
menyatakan bahwa laut sepanjang laut saja yang dapat dimiliki oleh suatu negara
sejauh yang dapat dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira 3 mil).
Archipelagic State Pinciples, yang menjadikan dasar
dalam Konvensi PBB tentang hukum laut.
Karakteristik
Wilayah Nusantara
Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang terletak
di antara benua Asia dan benua Australia dan diantara samudra Pasifik dan
samudra Indonesia, yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupu kecil. Jumlah pulau
yang sudah memiliki nama adalah 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada
batas-batas astronomi sebagai berikut : Utara : ± 6° 08‟ LU Selatan: ± 11° 15‟
LS Barat: ± 94° 45‟ BT Timur: ± 141° 05‟BT Jarak utara – selatan sekitar 1.888
Kilometer, sedangkan jarak barat – timur sekitar 5.110 Kilometer. Luas wilayah
Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2, yang terdiri dari daratan seluas
2.027.087 km2 dan perairan 1273.166.163 km2. Luas wilayah daratan Indonesia
jika dibandingkan dengan negara – negara Asia Tenggara merupakan yang terluas.
2.
Geopolitik dan Geostrategi
Geopolitik
Asal
Istilah Geopolitik
Istilah Geopolitik semula diartikan oleh Frederich
Ratzel (1844 – 1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah
ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh serjana ilmu politik Swedia,
Rudolf 1864 – 1922) dan Karl Aushofer (1869 – 1964) dan Jerman menjadi
Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari istilah di atas
terletak pada titik perhatian dan tekanannya, apakah pada bidang geografi
ataukah politk. Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena
geografi dan aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik
dari aspek geografi.
Pandangan
Ratzel dan Kjellen
Frederich Ratzel pada akhir abad ke–19 mengembangkan
kajian geografi politik dengan dasar pandangan bahwa negara adalah mirip
organisme (makhluk hidup). Negara adalah ruang yang ditempati oleh kelompok
masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan negara terikat oleh hukum alam. Rudolf
Kjellen berpendapat bahwa negara adalah organisme yang harus memiliki
intelektual. Negara merupakan sistem politik yang mencakup geopolitik, ekonomi
politik, kratopolitik, dan sosiopolitik. Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir
sama. Mereka memandang pertumbuhan negara mirip denganpertumbuhan organisme
(makhluk hidup).
Pandangan
Haushofer
Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme
juga mengandung ajaran rasialisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras
yang paling unggul yang harus dapat menguasai dunia.
Pokok – pokok Pemikiran Haushofer adalah sebagai
berikut :
-
Suatu bangsa dalam mempertahankan
hidupnya tidak terlepas dari hukum alam.
-
Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak
akan dapat mengejar kekuasaan Imperium maritim untuk menguasai pengawasan di
lautan.
-
Beberapa negara besar di dunia akan
timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika dan Asia Barat (yakni Jerman dan Italia).
Sementara Jepang akan menguasai Asia Timur.
-
Geopolitik dirumuskan sebagai
perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan sosial yang rasial
mengharuskan pembagian baru kekayaan alam dunia.
Geopolitik
Bangsa Indonesia
Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang
didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas
dan tegas tertuang di dalam pembukaan UUD 1945. Bangsa Indonesia adalah bangsa
yang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Bangsa Indonesia menolak
segala bentuk penjajahan, karena penjajahan tidak sesuai peri kemanusiaan dan
peri keadilan.
Dalam hubungan Internasional, bangsa Indonesia
berpijak pada paham kebangsaan (nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan
kebangsaan dan menolak pandangan Chauvisme.
Geostrategi
Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu
upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan
keinginan politik. Strategi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah–langkahnya
selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Sebagai contoh pertimbangan
geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kennyataan posisi silang
Indonesia dari berbagai aspek, di samping aspek geografi juga aspek–aspek
demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam.
Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga
pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan memperhitungkan
faktor–faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian geostrategi adalah
perumusan strategi nasional dengan memperhatikan kondisi dan konstelasi
geografi sebagai faktor utamanya. Di samping itu dalam merumuskan strategi
perlu pula memperhatikan kondisi sosial, budaya, penduduk, sumber daya alam,
lingkungan regional maupun internasional.
1.
Perkembangan
Wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya.
Sejak 17–8 –1945 sampai dengan 13–12–1957
Wilayah negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi
wilayah bekas Hindia Belanda berdasarkan ketentuan dalam “Teritoriale Zee en
Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939 tentang batas wilayah laut teritorial
Indonesia.
Dari Deklarasi Juanda (13–12–1957) sampai dengan
17–2–1969
Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi
Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti Ordonasi tahun 1939 dengan tujuan
sebagai berikut :
-
Perwujudan bentuk wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.
-
Penentuan batas–batas wilayah Negara
Indonesai di sesuaikan dengan asas negara kepulauan (Archipelagic State
Principles).
-
Pengaturan lalu lintas damai pelayaran
yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Deklarasi Juanda kemudian dikukuhkan dengan UU
No.4/Prp/1960 tanggal 18 Februari 1960 Tentang perairan Indonesia. Sejak itu
terjadi perubahan bentuk wilayah nasional dan cara perhitungannya.
Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan
Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1962 tentang lalu lintas damai di perairan
pedalaman Indonesia (internal water) yang meliputi:
-
Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu
pelabuhan Indonesia,
-
Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia
ke laut bebas dan,
-
Semua pelayaran dari dan ke laut bebas
dengan melintasi perairan Indonesia.
Pengaturan demikian ini sesuai dengan salah satu
tujuan Deklarasi Juanda tersebut di atas dalam rangka menjaga kesalamatan dan
keamanan RI.
Dari 17–2–1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai
sekarang
Deklarasi tentang landasan kontinen negara RI
merupakan konsep poliltik yang berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini
dipandang pula sebagai upaya untuk mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping
dipandang pula sebagai upaya untuk mewujudkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945.
Konsekuensinya bahwa sumber kekayaan alam dalam landasan kontinen Indonesia
adalah milik eksklusif negara RI.
Zona
Ekonomi Ekslusif ( ZEE )
Pengumuman Pemerintah negara tentang Zona Ekonomi
Ekslusif terjadi pada 21 Maret 1980. Batas ZEE adalah selebar 200 yang dihitung
dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan–alasan pemerintah mengumumkan
ZEE adalah :
-
Persediaan ikan yang semakin terbatas.
-
Kebutuhan untuk pembangunan nasional
Indonesia.
-
ZEE mempunyai kekuatan hukum
internasional.
4.
Unsur-unsur
Dasar Wawasan Nusantara.
a. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga
komponen :
· Wujud Wilayah
Batas ruang lingkup wilayah Nusantara ditentukan
oleh lautan yang di dalamnya terdapat gugusan ribuan pulau yang saling
dihubungkan oleh dalamnya perairan, baik laut maupun selat serta dirgantara di
atasnya yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah.
· Tata Inti Organisasi
Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara
didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara,
kekuasaan pemerintahan, sistem pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di
tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang–undang. Sistem pemerintahan
menganut sistem pemerintahan presidensial. Presiden memegang kekuasaan
permerintah berdasarkan UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat)
bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai
kekuatan kuat, yang tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota DPR merangkap
sebagai anggota MPR.
· Tata Kelengkapan Organisasi
Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran
politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang
mencakup pertai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta
seluruh aparatur negara.
5.
Isi
Wawasan Nusantara.
Isi Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif
kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita–cita bangsa
dan asas manunggal yang terpadu:
-
Cita–cita bangsa Indonesia tertuang
dalam Pembukaan UUD 1945.
-
Asas keterpaduan semua aspek kehidupan
nasional berciri menunggal, utuh menyeluruh.
6.
Implementasi
Wawasan Nusantara
Wawasan
Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Konsep Wawasan Nusanatara
berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, sabagai sila pertama yang
kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yan dijabarkan pada
sila–sila berikutnya.
Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
Wawasan nusantara dalam pembangunan nasional, yaitu:
-
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai
satu Kesatuan Politik
-
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Ekonomi
-
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Sosial Budaya
-
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan.
7.
Penerapan
Wawasan Nusantara
Salah satu manfaat paling nyata dari Penerapan
Wawasan Nusantara, khususnya di bidang wilayah, adalah diterimanya konsepsi
Nusantara di forum internasional, sehingga terjaminlah integrasi wilayah
toritorial Indonesia. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut
menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia
Internasional termasuk negara–negara tetangga: Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, India, Australia, dan Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan
yang dicapai karena negara Indonesia memberikan akomodasi kepada kepentingan
negara tetangga antara lain di bidang perikanan yang mengakui hak nelayan
tradisional dan hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau
sebaliknya.
8.
Hubungan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional.
Wawasan Nasional Indonesia menumbuhkan dorongan dan
rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan
nasional. Wawasan Nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara yang
merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional.
Sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses
pencapaian tujuan nasional tersebut dapat berjalan dan sukses.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Wawasan
Nusantara dan ketahanan nasional merupakan dua konsepsi dasar yang saling
mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara agar tetap jaya dan berkembang seterusnya.
KESIMPULAN
Berkaitan dengan wawasan nusantara yang sarat dengan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia dan di bentuk dalam proses panjang sejarah
perjuangan bangsa, apakah wawasan bangsa Indonesia tentang persatuan dan
kesatuan itu akan terhanyut tanpa bekas atau akan tetap kokoh dan mampu
bertahan dalam terpaan nilai global yang menantang Wawasan Persatuan bangsa.
Tantangan itu antara lain adalah pemberdayaan rakyat yang optimal, dunia yang
tanpa batas, era baru kapitalisme, dan kesadaran warga Negara.
Sebagai warga negara yang baik, kita bersama-sama
menuju tujuan dan cita-cita nasional bangsa Indonesia dengan memanfaatkan
sosial budaya, sejarah, sumber daya alam, dsb untuk mewujudkan hal tersebut.
Dengan landasan dari falsafah Pancasila serta UUD 1945. Sehingga kita dapat
bersama-sama memandang diri serta lingkungan yang ada dengan berbagai asas, dan
unsur yang telah ada. Yang juga akan menghasilkan implementasi di berbagai
bidang kehidupan.
Konsep geopolitik ini hendaknya terus diterapkan dan
dikembangkan agar dapat mencapai tujuan-tujuan Wawasan Nusantara yang telah
ditetapkan, yaitu mewujudkan kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi
Bangsa Indonesia, dengan demikian ikut serta juga dalam membina kebahagiaan dan
perdamaian bagi seluruh umat manusia di dunia.